Sabtu, 02 Oktober 2010

APAKAH PRODUSEN HARUS SELALU MENDENGARKAN KONSUMEN ?

Seorang ibu rumah tangga yang baru membuka usaha baru, merasa bingung tujuh keliling. Konsumen yang satu mengkritik produknya kurang ini, sedang yang lain lagi bilang kurang begitu. Apakah semua kritikan ini harus diterima dan dijalankan ?

Dalam dunia marketing kita memang selalu dianjurkan untuk bersikap “customer oriented”, atau berorientasi pada konsumen, apa yang dikehendaki oleh konsumen, itulah yang harus kita berikan selaku produsen. Itulah prinsip utama dalam marketing. Dan disinilah letak perbedaan antara selling / menjual, dan marketing / pemasaran. Kalau dalam selling kita pokoknya berusaha untuk menjual produk yang sudah ada, maka dalam marketing produknya dibuat dan / atau dirubah sesuai selera konsumen.

Itulah latar belakang keadaan yang membuat si ibu rumah tangga tadi bingung. Apakah dia harus memperhatikan dan melaksanakan kritikan konsumen demi prinsip marketing, atau diacuhkan saja?
Selera orang pasti bermacam – macam. Bahkan dalam 1 market segment pun, selalu akan ada ketidakcocokan. Mari kita ambil contoh tentang rokok kretek, yang ditujukan pada segment golongan menengah keatas, khususnya pria, yang menghendaki rasa mantap / berat. Walaupun rokok tersebut dibuat dari bahan bermutu dan secara keseluruhan memang enak, pasti akan ada yang merasa kurang wangi, dan ada pula yang justru merasa terlalu wangi. Kalau ada produsen rokok ini misalnya merubah rokok kreteknya menjadi lebih wangi atau dikurangi rasa wanginya, maka dia akan menghadapi risiko kehilangan kelompok konsumen yang sekarang sudah merasa puas ! Nah, keputusan apa yang sebaiknya diambil produsen rokok kretek tadi ?

Jalan Keluarnya
Untuk consumer goods jalan keluar yang paling ideal ialah dengan melakukan survey secara profesional. Baik dalam hal jumlah dan cara memilih sample, questionnaire, dan cara analisa dan seterusnya.
Melalui cara ini kita bisa mengetahui apa sebenarnya kelemahan produk kita, serta berapa persen yang merasa kekurangan tadi. Jika ternyata yang merasa kurang tadi hanya 3,8 % misalnya maka produsen mungkin bisa bersikap acuh saja. Sebaliknya, bila yang merasa kurang tersebut berjumlah beberapa puluh persen, maka produsen tentu harus mengadakan perubahan terhadap produknya.

Sedang kalau tidak ada dana untuk bikin survey profesional, maka produsen bisa mentest beberapa puluh orang, lalu mengambil keputusan berdasarkan “ Marketing Judgement” atau logika. Kalau point yang dikritik itu memang menjadi kelemahan pabrik / mesin kita, atau memang kurang dibandingkan produk saingan pada umumnya, serta jumlah orang yang mengkritik cukup banyak, maka produsen harus mengadakan perbaikan.

Untuk usaha yang lebih bersifat retail bussiness seperti salon, restoran, bengkel, toko dan sebagainya, jalan keluarnya lebih mudah. Dalam bisnis demikian kita cukup melihat frekuensi “ Repreat Bussiness “, atau jumlah langganan yang datang kembali. Kalau frekuensi “ Repreat Bussiness “ tinggi, maka ini suatu pertanda bahwa produknya secara umum sudah diterima. Walaupun tidak semua, tetapi mayoritas dari para langganan sudah cocok dengan produk atau jasa kita. Jadi, sebagai seorang pengusaha kita tidak perlu merubah apa apa. Karena kalau setiap kritikan kita layani. Maka bisa bisa kita justru akan kehilangan mayoritas dari para langganan!

Dalam retail bussiness seperti diatas, pengusaha harus tetap observasi walaupun omzetnya naik berkat periklanan. Kalau kita hanya mendapat langganan baru, tanpa ada “ Repreat Bussiness “ yang cukup banyak, maka lama kelamaan usaha kita akan mati juga. Bila sebagian besar penduduk telah melihat iklan dan mencoba produk / jasa kita dan sebagian besar tidak kembali, maka produknya kurang diterima sehingga tak lama kemudian usahanya pasti akan bangkrut.

Strategi lain adalah dengan me-launch produk baru, yang ditujukan kepada kelompok konsumen yang kurang puas tadi. Jika persentasinya dianggap cukup memadai. Kembali ke contoh rokok kretek tadi, sang produsen bisa membuat rokok yang lebih wangi, atau kurang wangi, kalau jumlahnya memang cukup lumayan.

Tujuan Utama
Dalam marketing tujuan utamanya ialah memenangkan hati mayoritas konsumen target market kita. Karena produsen toh tidak akan bisa memuaskan SEMUA konsumen target market. Dalam dunia ini tidak ada, dan tidak akan ada, produk yang sempurna!
Kalau seorang pengusaha ingin memuaskan secara sempurna atau hampir sempurna. Maka dia harus memasuki bisnis yang bersifat “ Tailor Made “. Jadi jangan buat real estate , namun jadilah kontraktor. Dalam bisnis beginilah pengusaha baru bisa berusaha memuaskan selera SETIAP konsumen.

Sedang dalam bisnis yang lebih bersifat mass – market, kita cukup memuaskan MAYORITAS konsumen target market. Karena sekali kita merubah produk untuk memenuhi selera sekelompok konsumen. Maka kelompok konsumen yang mayoritas tadi bisa lari!
Jadi dalam marketing kedua titik ekstrim, harus sama sama dihindari. Titik ekstrim yang pertama ialah sama sekali tidak mau menggubris konsumen. Contoh yang baik ialah kisah Henry Ford dahulu. Pendiri pabrik mobil Ford ini dulu pernah berkata, “You can get any color, as long as it’s black!” ( Anda bisa dapat warna apa saja, asal warnanya hitam !) dengan lain perkataan, ia tidak mau bikin warna lain selain hitam. Padahal selera konsumen pasti tidak semuanya hitam. Tentu ada yang suka warna coklat, biru tua, atau bahkan warna warna yang lebih muda dan cerah. Nampaknya inilah yang antara lain dimanfaatkan ileh pabrik Jepang. Seingat penulis, pabrik mobil Jepanglah yang mempelopori mobil dengan warna muda – cerah dengan sangat berhasil.

Sedang titik ekstrim yang kedua ialah mengabulkan semua permintaan / kritikan konsumen. Semua kritikan atau saran mau diakomodir, sehingga akhirnya produk tersebut justru kehilangan mayoritas konsumen langganannya, yang sudah merasa cocok.
Mungkin ada baiknya kalau kita mengingat bunyi pepatah berikut : You can’t win them all ! Anda tidak akan bisa memenangkan kesemuanya, alias semua konsumen. Memenangkan mayoritas konsumen target market anda, sudah lebih dari cukup. Don’t try to win every battle, but try to win the war! Jangan mencoba memenangkan setiap pertempuran ( setiap konsumen ) tetapi cobalah untuk memenangkan peperangannya ( mayoritas konsumen )!

sumber: henkynjotowidjaja.com

ARTIKEL TERKAIT



Tidak ada komentar:

Posting Komentar