Anak, ada hal yang paling prinsip yang harus kau ketahui ketika kau mencari kebenaran, yaitu kau harus tahu dari mana mengambil sumber dari kebenaran tersebut. Mencari kebenaran bukanlah seperti engkau mencari nafkah. Untuk mencari nafkah, terserah padamu mau mengerjakan apa saja asal halal. Apakah kau akan menjadi seorang pedagang, pegawai, petani swasta, pegawai negeri, nelayan atau sebagainya. Orang tak akan mempersoalkan apa yang engkau kerjakan asalkan halal.
Berbeda dengan kebenaran, ia diikat dengan aturan-aturan yang ada dalam syariat islam. Dalam mencari kebenaran tidak dikenal istilah banyak pintu atau banyak jalan, kau tidak bisa dikatakan benar kalau menjadi seorang kristen, yahudi, majusi, mu’tazilah, syi’ah, khawarij atau yang lainnya. Kebenaran hanya memiliki satu pintu yaitu islam.
Dan untuk mengenal islam pun hanya ada satu pintu, nak yaitu kau harus belajar dari sumber mata air kebenaran itu. Sumber mata air kebenaran itu adalah para shahabat, tabiin, tabi’tabiin dan orang yang mengikuti jejak langkah mereka dalam mengamalkan islam ini dan mereka inilah yang dikatakan salaf. Kau tentunya bertanya, mengapa harus salaf? Maka kau harus membaca tulisan ayah dibawah ini:
Maraknya dakwah Salafiyah belakangan ini, meninggalkan banyak pertanyaan bukan hanya dikalangan awam, tetapi juga dikalangan orang-orang yang mempunyai ghiroh (semangat) keislaman, “Apakah sebenarnya Salafiyah?”
Apakah salaf sebuah firqoh seperti firqoh-firqoh yang lain? Kapankah salaf ini ada? Haruskah salaf?……….?
DEFINISI
Secara bahasa salaf berarti “Yang terdahulu.”Secara Syar’i salaf berarti “ Para shahabat, para tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan hingga hari kiamat, yang disepakati oleh umat tentang keadilan dan kelurusan mereka serta lepas dari tuduhan kefasikan atau kekufuran mereka." Dari ma’na definisi tersebut diatas jelas bahwa salaf merupakan ungkapan dari teladan , kepribadian, dan manhaj yang diikuti, yang aslinya adalah para shahabat, tabi’in dan tabi’ut-tabi’in yaitu generasi pertama umat islam yang mendapat sanjungan dari Allah dan Rasul-Nya.
Allah subhana wataala berfirman;
“Orang-orang terdahulu yang pertama (masuk islam) diantara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah telah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah telah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya; mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (Qs. At-Taubah:100)
Makna dari ayat diatas adalah bahwa Allah memuji orang-orang yang mengikuti manusia terbaik (Rasulullah), maka diketahui dari hal tersebut bahwa jika mereka mengatakan suatu pandangan kemudian diikuti oleh pengikutnya maka pantaslah pengikut tersebut untuk mendapatkan pujian dan berhak untuk mendapat keridhaan.Allah subahana wataala berfirman:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.(Qs. Ali ‘Imran:110)
Dari ayat diatas Allah telah menetapkan atas mereka (generasi salaf) keutamaan atas sekalian umat, hal tersebut karena keistiqamahan mereka pada segala keadaan, karena mereka tidak melenceng dari jalan yang lurus. Allah telah bersaksi atas mereka bahwasanya mereka menyuruh kepada setiap yang ma’ruf, mencegah dari setiap kemungkaran.
Rasulullah bersabda;
“Sebaik-baik manusia adalah (generasi) pada jamanku, kemudian setelah mereka, kemudian generasi berikutnya, kemudian akan datang suatu kaum persaksian seseorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya.”(Hr. Bukhori dan Muslim)
Maka jelaslah suatu kesalahan anggapan bahwa salafiyah itu ungkapan untuk suatu marhalah atau zaman yang terputus, karena yang dimaksud mazhab salaf itu mencakup dua sisi, yaitu qudwah (panutan) dan manhaj (sistem) yang dipakai. Qudwahnya terhadap tiga generasi utama muslim. Manhaj-nya adalah cara yang dipakai oleh tiga generasi pertama itu dalam memahami aqidah, pengambilan dalil, pemutusan perkara, ilmu dan iman. Pemberian sebutan salafiyah merupakan pujian dan sanjungan bagi siapa saja yang mengambil tiga generasi itu sebagai qudwah dan manhaj.
Mengapa Harus Salaf?
Asal penamaan salaf dan penisbahan diri kepada manhaj salaf adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa ala alihi wa sallam kepada putri beliau Fathimah radhiyallahu ‘anha;
“Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Maka jelaslah bahwa penamaan salaf dan penisbatan diri kepada manhaj salaf adalah perkara yang mempunyai landasan (pondasi) yang sangat kuat dan sesuatu yang telah lama dikenal, akan tetapi karena kebodohan dan jauhnya kita dari tuntunan syariat yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ala alihi wa sallam, maka muncullah anggapan bahwa manhaj salaf itu adalah suatu aliran atau ajaran atau pemahaman baru dan anggapan-anggapan lainnya yang salah.
Ketika tejadi perpecahan dalam tubuh umat islam yang melahirkan banyaknya kelompok-kelompok dan golongan yang secara mutlak tidak memperhatikan untuk mengikuti jalannya orang-orang yang beriman sebagaimana disebutkan oleh ayat-ayat tersebut diatas, yang diperkuat dengan hadits tentang perpecahan umat menjadi 73 golongan , semua masuk neraka kecuali satu, Rasulullah telah menerangkan bahwa golongan tersebut adalah:
“Orang yang seperti apa yang aku dan shahabat-ku tempuh hari ini”.
(As-Shahihah: 203 dan 1492)
Hadits ini semakna dengan ayat diatas yang menyebutkan jalannya orang-orang yang beriman. Juga diperkuat dengan hadits Irbadh bin Sariyah radhiallahu ‘anhu yang didalamnya menyebutkan:
“…Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku” (Irwaul ghalil 2455) Oleh karena itu ada dua macam jalan (sunnah) yang musti kita ikuti, yaitu sunnah Rasulullah dan sunnah Khulafaur-rasyidin. Diharuskan bagi kita orang-orang yang hidup pada jaman sekarang untuk kembali kepada Al-kitab dan As-Sunnah dan jalannya orang-orang yang shaleh terdahulu Jadi tidak benar jika kita katakan, “Sesungguhnya kami memahami alkitab dan assunnah dengan bebas (netral) tampa memperhatikan apa yang telah ditempuh Salafus Shalih radhiallahu ‘anhum.”
Dan diharuskan juga mempunyai penisbatan yang membedakan pada jaman sekarang ini, sehingga tidak cukup kita mengatakan, “Saya muslim” sebab semua kelompok mengatakan demikian, baik mereka itu Rafidhi (syi’ah), Ibadhi (khawarij), Qadyani (ahmadiyah) dan banyak firqah yang lainnya. Maka apa yang membedakan kita dengan mereka.
Kalau seseorang mengatakan, “Saya muslim berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah”, maka pernyataan itupun tidak cukup, sebab orang-orang yang berada dalam suatu kelompok, baik itu Asy’ari, Maturidi, muktazilah dan golongan-golongan lain mengaku megikuti kedua dasar tersebut.
Apabila kita menamakan diri muslim saja tanpa penisbatan kepada salaf, padahal nisbat salaf adalah nisbat yang mulia dan benar, maka apakah kita akan terlepas dari salah satu kelompok atau golongan?
Jadi seorang musllim tidak boleh berlepas diri dari penisbatan kepada Salafusshalih, karena apabila ia berlepas diri dari penisbatan tersebut, maka ia tidak akan lepas dari penisbatan-penisbatan yang lain. Mungkin ia akan menisbatkan dirinya kepada pemahaman Asy’ari atau Maturidi atau Muktazilah atau Jahmiyah atau Qadariyah dan lainnya.
Dan tidak diragukan lagi bahwa nama yang jelas dan terang yang dapat membedakan dengan yang lainnya adalah kita katakan, “Saya seorang muslim yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-sunnah berdasarkan cara atau metode (manhaj) salafus shalih” atau cukup kita katakan, “Saya Salafy”
Kapan Kata-Kata Salafy Mulai Dikenal
Ada anggapan Bahwa kata-kata “salafy” adalah istilah yang muncul belakangan ini. Presepsi ini bisa dilihat benar atau tidaknya dari beberapa nukilan perkataan para ulama berikut ini:
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ fatawa jilid 4 hal149, “Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan mazhab salaf dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya, bahkan wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan (para ulama). Karena sesngguhnya mazhab salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran.”
Berkata Imam az-Zuhri (wafat 125 H) tentang tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya, “Saya telah mendapati sekelompok dari dari para ulama salaf mereka bersisir dengannya dan mengambil minyak darinya, mereka menganggap hal tersebut tidak apa-apa.” (Shahih bukhari bersama fathul bary jilid 1 hal 342)
Berkata Imam Bukhari (wafat 256 H) dalam shahih beliau dengan fathul bary jilid 9 hal 552, “Bab bagaimana para ulama salaf berhemat di rumah-rumah mereka dan didalam perjalanan mereka dalam makanan.”
Berkata imam As-sam’any dalam Al-Ansab jilid 3 hal 273, “Salafy (dengan difathah huruf sin dan lamnya) adalah nisbah kepada As-salaf dan mengkuti madzhab mereka.”
Berkata As-Suyuty dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal 22,”Salafy (dengan difathah huruf sin dan lamnya) adalah nisbah kepada madzhab salaf.”
Imam Ibnul Mubarak (wafat 181 H) berkata, “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena ia mencerca para ulama salaf.” (Muqaddimah Shahih muslim jilid 1 hal 16)
Dan juga kalau kita membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan nasab, akan kita dapatkan para ulama yang menyebutkan tentang nisbah salafy (penisbahan diri kepada jalan para ulama salaf). Dan ini memperjelas bahwa nisbah kepada manhaj salaf juga adalah sesuatu yang sudah lama dikenal dikalangan para ulama.
Dari tulisan "SURAT UNTUK ANAKKU; SEBUAH RENUNGAN TENTANG HIDUP" Oleh Abu Umar Abdul Aziz
Kamis, 24 Juni 2010
BAGAIMANA CARA MENGUKUR SEBUAH KEBENARAN?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar