Senin, 31 Januari 2011

BILA CINTA DITOLAK

eko muchayat-Malam retak terbagi menjadi puluhan bahkan ratusan ribu pecahan. Bergaris zig-zag. Tiap pecahannya memantul warna kemilau seakan-akan hendak runtuh. Tapi samar. Bulan yang bulat penuh jadi hilang makna keindahannya. Lebur bersama pecahan-pecahan tadi. Udara lembab. Dingin luar biasa seakan. Pekat bersenyawa dengan sunyi.

Sebuah SMS membuat pandanganku kabur.
“Krekk…!” ada yang patah di dalam hati. Singkat berselang bak petir menggila
menyambar. Sementara saja. Tapi pikiranku jadi limbung. Rapat malam itu jadi
tak jelas juntrungnya. “Informasi dari Fulanah bahwa beliau belum bisa menerima
antum sebagai calon. Harap bersabar dan tidak berkecil hati” begitu bunyi
SMSnya. SMS dari ustadz. Oksigen malam itu seperti habis ditelan kabut. “Ok”
balasku singkat berlagak ksatria berbaju zirah.

Ah, akhirnya masa menunggu yang
membosankan itu tuntas sudah. “beliau belum bisa menerima antum…” lugasnya
begini. “Selamat boy, anda ditolak!” Waktu diberikan biodatanya aku berusaha
tsiqoh.

walaupun kriterianya tidak cocok, berusaha open heart, berusaha open
mind, berusaha open nose juga supaya bisa bernafas panjang. Sebagai
tanda siap semalam saja aku mengambil keputusan. “ya sudah… LANJUTKAN!!” dalam
hati menjerit “Bungkus…!!!” its Ok, setidaknya kebekuaan setelah
beberapa pecan itu terjawab sudah.

Seperti telur yang akhirnya matang dierami. Satu keping cangkang telah retak lalu berlubang. Disela-selanya, makhluk imut-imut bermata bengkak terkekeh-kekeh mengapit sebuah pesan digulung rapi diantara paruhnya. Isi gulungan itu, “Maaf anda belum beruntung. Ayo coba lagi.” Anak ayam itupun lalu lari tunggang langgang mengelilingiku sambil tak henti tertawa sepuasnya. Mutar-mutar sinting tak tahu diri. Dianggapnya aku ini badut berhidung bulat di tengah komidi putar.

Runtuh…hancur… karam… pecah… meleduk…!
Rasanya luar biasa. Ibarat jatuh dari tangga waktu mengambil jambu. Jatuh
gedubrak, aku terjungkal. Tangga menimpa. Jambu-jambunya juga rontok menghujani
badan. Aku bangkit. Sebuah motor melintas cepat rodanya menggilas genangan air.

Air itu menyiram mukaku. Lalu kawanan sapi yang pulang kandang bergerombol
menerjang. Aku bangun lagi. Sang pemilik jambu keluar rumah membawa golok,
celakalah aku. Aku berlari sejadinya. Sandalku putus sebelah. Bak roket golok
itu melayang. Ah, selamat, aku berhasil menghindar. Pemilik jambu tak menyerah.
Dikeluarkanlah anjing-anjing herder bertubuh besar.

Anjing ini mirip serigala. Aku terus lari. Pemilik jambu tak puas, dia mengeluarkan HP lalu meneleponjenderal bintang empat kenalannya. Tiba-tiba di depan jalan menghadang pesawat tempur, tank baja, kapal selam lengkap torpedo. Satu-satunya jalan aku lompat masuk sungai. Byurr… begitu kepalaku muncul di atas air. Ibu-ibu yang lagi nyuci baju sinis.

Bapak-bapak yang lagi berada di kotak jamban melongok keluar mrengut seram. Anak-anak yang lagi main kapal-kapalan melempariku dengan batu. Aku menjerit tak tahan. Pokoknya… Pedih, hilang muka, rontok harga diri. Diri seperti tak ada arti. Wajar kalau mereka-mereka yang lemah iman sampai bunuh diri.

Sebetulnya aku punya kesempatan untuk menyelamatkan harga diri. Sehari sebelum SMS itu aku sudah punya firasat buruk juga bosan menunggu jawaban. Kalau semalam sebelumnya jari-jariku terampil mengetik diatas HP, tentu tak begini jalan ceritanya. Sebetulnya aku sudah punya rencana. “Afwan ustadz jika masih harus menunggu lama lagi. Sebaiknya calon yang ditawarkan kemarin diganti dengan yang lain saja.” Begitulah scenario SMSnya. Tapi aku membantah kata hatiku. Jika sudah begini akhirnya dia yang menang. Dia diatas angin. Melambai-lambai sambil memberiku dua pilihan saja. Mau keriting atau yang lurus, mas?. “kasian deh lu…!”. Begitu dramatic. Dia ‘win’, aku ‘lose’. Dia ‘menolak’, aku ‘ditolak’. Jadi inget pelajaran fisika bab magnet.

Usai SMS malam itu sepanjang jalan terasa gelap. Aku bingung mau pulang kemana. Muter-muter mirip petugas keamanan malam. Kuputuskan pulang kerumah salah seorang kawan. Dia tak ada dirumah. Tapi beruntung kunci rumahnya sudah kugandakan. Malam itu sebetulnya aku bisa tidur nyenyak tapi nyamuk-nyamuk kurang ajar lagi tak tahu diri itu terus-menerus cekikikan menertawakanku. Tak nyaman di depan TV, aku pindah di dalam kamar. Di kamar mereka makin beringas. Kunyalakan kipas angin, mereka tak kapok. Aku pindah lagi di ruang tamu. Kumatikan lampu. Masih saja tak bisa tidur. Aku ke toilet. Cuci muka, buang air, wudhu. Sungguh malam seribu satu malam.

Tapi paginya aku ‘fresh’. Bukan menghibur diri. Aku bener-bener fresh. Usai shalat, minum air putih sekenyangnya. Kuambil handphone kuaktifkan salah satu fiturnya. Lalu di tengah ruangan rumah sepi tak berpenghuni itu aku merekam suaraku sendiri. Aku bilang, “kegagalan bukan akhir segalnya. Dunia ini tak selebar daun pisang. Coba
hitung berapa kilometer luas pulau jawa, berapa luas pulau Sumatra, belum lagi
pulau Kalimantan yang lebih luas. Dunia tak sempit. Masak baru ditolak sekali
saja mau bunuh diri.

Ada pengusaha sukses Jogja bilang kalau dia ditolak wanita sampai lima kali. Wanita keenam jadi istrinya. Dari wanita keenam ini lahir putrinya. Allah memberi karunia putrinya ini jadi siswa teladan se-DIY. Luar biasa bukan. Coba kalau dia ditolak sampai sepuluh wanita. Putrinya itu tentu jadi siswa teladan tingkat nasional. Aku masih punya mimpi. Mimpiku panjang. Sepanjang sungai Nil. Selebar sungai Amazon…” Layaknya asyik mendengar musik, suaraku yang cempreng ini kuputar berulang-ulang.

Jadi ada banyak cara memotivasi diri lebih
tepatnya menghibur diri. Anda bisa mencontoh caraku itu. Berteriak di ruang
kosong, meracau sejadinya, merekamnya lalu putar sampai bosan. Insya Allah
tokcer. Satu yang penting adalah, tidak berusaha mencari kambing hitam atau
menyalahkan calon tersebut. Menduga-duga, bersuudzon kepada fulanah.

Instrospeksi diri saja. Kalau kau anak jenderal, paman kau menteri, bibimu direktur perusahaan, Om mu pemilik saham indosat, atau ditelusur-telusur kau juga masih keturunan sultan. Ya… masih agak lumrah kalau kau mencak-mencak. Positif thinking aja. Positif feeling. Pakai kata-kata juga yang positif. Ingat Masaru Imoto,
professor Jepang yang menulis “The True Power of Water”. Kata-kata positif akan membuat kristal-kristal air dalam diri kita menjadi cantik dan indah. Jadi boleh juga ditambahkan waktu merekam suara sendiri itu kita bilang, “Wow… luar biasa. Ini pengalaman ditolak yang keren… sensasional… inspiratifdst”.

Terimakasih sudah membuang waktu membaca tulisan ini. Semoga menginspirasi. Tak mau kalah dengan Prita, email ini boleh disebar luaskan, dimasukkan facebook, ditransfer lewat Bluetooth/inframerah kalau bisa, dibajak, dibikin CD, dicetak sablon, diprint lalu ditempel di mading-mading, terutama ditempel di ruang tunggu toilet umum. Jadi mereka yang mengantri masuk kamar kecil bisa baca tulisan ini penuh penghayatan sambil menahan pipis.

ARTIKEL TERKAIT



Tidak ada komentar:

Posting Komentar